Showing posts with label Manusia. Show all posts
Showing posts with label Manusia. Show all posts

Sisi Lain Film Superhero

Oke, sekarang malam minggu. Selingan saja, mari bicara tentang film. Genre? Mmm, superhero. Oke? Oke.

Holiwut sudah beberapa kali merilis film superhero, mulai dari Batman sampai Superman. Nah, ternyata di balik alur cerita masing-masing ada hal-hal lain yang menarik. Ini menurut saya belaka, lho, nggak ada paksaan untuk menolak, hehe. Kita coba melihatnya dari sisi lain.

4. Superman
Namanya Clark Kent. Konon segera setelah dilahirkan, ia dilarikan oleh orang tuanya dari kekacauan di planet Krypton. Clark Kent diburu sebab ia dilahirkan dengan cara normal. Lho, memangnya kenapa?

Di Krypton ada satu fasilitas yang digunakan untuk ‘mencetak’ bayi-bayi lewat rekayasa genetik. Cara itu ditempuh untuk menentukan peran masing-masing bayi di masyarakat kelak. Jadi sejak mereka ‘dilahirkan’, nasib mereka telah ditentukan. Ada yang menjadi politisi. Ada yang menjadi pekerja, tentara, dsb.

Sekilas ide itu mirip dengan kebijakan polis Sparta yang terkenal dengan kekuatan militernya di era Yunani Kuno. Bayi-bayi yang dilahirkan akan diseleksi dengan ketat untuk mendapatkan bayi yang sehat dan kuat. Mereka digadang-gadang menjadi prajurit terbaik. Tak heran bila akhirnya Sparta berhasil menguasai Athena, atau menahan serbuan bangsa Persia yang dipimpin oleh Xerxes (ingat film 300?).

Tapi masalahnya, di Sparta masih ada bayi-bayi yang disisihkan sebab tidak memenuhi syarat sebagai tentara. Sementara di Krypton, keadaannya bisa jadi lebih ekstrim, tidak ada bayi yang terbuang sebab rekayasa genetik telah menjamin peran masing-masing. Jadi saya menebak lebih jauh bahwa rekayasa genetik di film Superman adalah permisalan bagi pre-destinasi. Takdir.

Orang tua Clark Kent memilih untuk melahirkan dengan normal, tidak lewat fasilitas di planet Krypton, sebab keduanya percaya bahwa sang anak punya hak untuk memilih masa depannya sendiri. Jika digabungkan dengan tebakan saya sebelumnya, maka kelahiran normal Clark Kent adalah penolakan terhadap konsep pre-destinasi.

Adegan lain yang agak menggelikan adalah saat Superman dengan tangan diborgol digiring tentara ke markas militer. Tentu saja, percuma memborgol Superman. Ia bisa lolos dengan mudah.

Tapi bukan itu masalahnya.

Borgol di pergelangan tangan Superman hanyalah isyarat bahwa manusia ingin mengontrolnya. Superman juga tahu, manusia takut terhadap hal yang tak dapat ia kontrol. Begitu Superman memutuskan rantai borgol di ruang interogasi, dan menunjukkan kelebihannya atas manusia biasa, pihak militer khawatir bila Superman suatu saat nanti akan berbalik memusuhi mereka.

Dengan bahasa lain, kontrol adalah salah satu bentuk kuasa. Film ini menyiratkan bahwa salah satu naluri dasar manusia adalah kehendak untuk berkuasa.

Superman secara harfiah memang berarti manusia super. Tapi kalau Superman dianggap sebagai istilah, kita akan teringat pada seseorang. Superman dalam bahasa Jerman adalah Übermensch. Ya, istilah itu dipakai oleh sang filsuf nihilis: Friedrich Nietzsche.

Penolakan terhadap takdir, keinginan agar manusia bebas menentukan nasibnya sendiri, naluri manusia untuk berkuasa, dan ketakutan mereka terhadap hal yang tak dapat dikontrol.

Nah, sekarang pertanyaannya, apakah sebagian inspirasi film Superman benar diambil dari ide Nietzsche?

3. Robocop

Seorang polisi mengalami luka serius akibat ledakan bom yang dipasang di mobilnya. Tubuh Murphy, nama polisi itu, kemudian dicangkokkan ke dalam robot. Proyek polisi robot memang sedang dijalankan oleh pemerintah AS (dalam film itu) yang bekerja sama dengan perusahaan swasta.

Murphy merasa terpukul saat mengetahui bahwa tubuhnya hancur. Dalam film, digambarkan saat itu bagian-bagian tubuh Robocop dipisahkan. Tangan, kaki, dan badan semuanya mesin. Organ manusia yang tersisa tinggal kepala-termasuk otak-, paru-paru dan jantung.

Melihat adegan tersebut, di benak saya terlintas satu pertanyaan klasik: di manakah letak kesadaran manusia, emosi dan pikirannya? Atau mungkin lebih jelasnya, di organ mana?

Dualitas jiwa dan badan sudah dibicarakan oleh Rene Descartes, tapi hubungan antara keduanya masih belum jelas. Apakah jiwa mempengaruhi badan, atau sebaliknya? Atau antara keduanya saling mempengaruhi, tapi bagaimana?

Dalam bahasa al-Quran, sudah jelas, hakekat ruh bukanlah urusan manusia, melainkan urusan Tuhan.

Adegan menarik lain adalah saat Murphy mengecap rasa makanan, padahal ia tidak makan apa-apa. Peneliti yang mengurusnya hanya mengalirkan listrik ke area tertentu dalam otak. Apakah persepsi kita hanya berada di otak? Apakah dunia di luar kesadaran manusia hanyalah ilusi?

Descartes nyaris terjebak dalam persoalan ini, dan dalam taraf tertentu, Harun Yahya juga. Tapi Descartes berkelit. Ia bilang kalau Tuhan tidak akan membiarkan setan menipu manusia dengan khayalan. Jadi dunia objektif itu ada. Tapi berkat itu pula, keberadaan dunia objektif menurut Descartes tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Tuhan atau Kesempurnaan Mutlak.

Yang paling menarik di antara semua adegan film ini adalah saat Robocop ‘menyimpang’ dari misi yang telah diprogramkan di otaknya. Alih-alih menyelesaikan misi tersebut, ia malah berbalik memburu orang yang mencoba membunuhnya. Konflik dalam pribadi Robocop tercipta sebab ia separuh robot dan separuh manusia. Robot hanya akan menjalankan apa yang telah diperintahkan dalam program. Tapi keputusan Murphy untuk menelusuri penjahat yang meledakkan mobilnya menunjukkan bahwa manusia dapat menentukan pilihannya sendiri. Itulah keistimewaan manusia. Manusia bukanlah robot.

Secara singkat, tema besar film ini seolah terangkum dalam satu pertanyaan: What does it mean to be human? Apakah artinya menjadi manusia?


2. Spiderman

Dibandingkan tokoh superhero lain, Spiderman paling kekanak-kanakan. Kisahnya bermula dari ketidaksengajaan Peter Parker menyelinap ke laboratorium. Seekor laba-laba yang teradiasi menggigitnya sehingga Parker berubah menjadi mutan.

Potongan dialog yang paling sering dikutip dalam serial ini adalah kata-kata paman Ben sebelum ia menghembuskan nafas terakhir: “With great power, comes great responsibility”. Kekuatan yang besar datang dengan tanggung jawab yang besar pula.

Kata-kata tersebut cocok bila disandingkan dengan kekuatan Spiderman, meski di adegan lain juga diterapkan pada sosok Peter Parker.

Yang pertama, Peter Parker terlambat mengantarkan pizza sehingga ia dipecat dari toko. Ia kehabisan waktu sebab menolong orang di tengah perjalanannya.

Kedua, Ben Parker, nama paman Peter Parker, marah kepada Peter. Gara-gara Peter berkelahi di sekolah, paman Ben harus menghadap Bagian Penyuluhan dan terlambat menjemput istrinya. Padahal ia sudah berjanji. Paman Ben menuntut Parker untuk meminta maaf kepada sang bibi.

Ketiga, Peter diberi pesan agar membeli telur untuk dibawa pulang selepas ia sekolah. Tapi Peter pulang larut malam tanpa membawa pesanan bibinya. Alasannya masih sama, menghadapi penjahat. Sang bibi yang malam itu terjaga untuk menunggu Peter pun merasa kecewa. Namun pada akhir cerita, setelah mengalahkan musuh besarnya, Peter pulang ke rumah, memeluk bibinya sambil memberikan telur yang dipesan.

Peter belajar untuk bertanggung jawab. Responsibility.

Dan film superhero nomor satu adalah…

Batman.

Salah satu film hiburan yang kompleks, buat saya sih, hehe. Faktor yang paling menarik adalah karakter tokoh-tokohnya. Masing-masing punya latar belakang yang kuat. Meski dapat dibilang, nyaris semua penjahatnya menderita sakit jiwa.

Joker, misalnya, punya trauma masa kecil. Ia menyaksikan konflik internal keluarga, termasuk kekerasan rumah tangga. Akhirnya berbuat jahat demi kejahatan itu sendiri. Two-face yang dikenal publik sebagai pengacara yang berkomitmen terhadap keadilan, ternyata punya ‘wajah’ lain sebagai penjahat. Kemudian Edward Nigma alias Riddler, orang jenius yang tak mampu menahan diri untuk mempertontonkan kepintarannya. Bruce sendiri memilih untuk menjadi Batman karena orang tuanya dibunuh oleh penjahat. Dan masih banyak lagi.

Bagaimana Bruce Wayne menampakkan pribadi yang berbeda di hadapan publik, juga menarik untuk dilihat. Dalam satu dialognya, kalau tidak salah, ia berkata pada Selina, “Aku menyamar sebagai seorang milyuner yang playboy.” Jadi siapa diri yang sejati, Batman atau Bruce Wayne? Barangkali ada yang iseng membahasnya dengan psikologi analitik.

Sementara itu, Batman mengenakan topeng supaya ia menjadi simbol. Siapa saja dapat menggantikan Bruce. Berbicara tentang topeng dan simbol, sama halnya dengan tokoh V dalam V for Vendetta. Topeng V adalah simbol dari sebuah ide. Manusia dapat dibunuh, katanya, tapi ide tidak. Sekali saja sebuah ide hinggap di pikiran manusia, ia tidak dapat dimusnahkan. Ide dapat menyebar layaknya virus.

Topeng yang dikenakan V sebenarnya adalah topeng Guy Fawkes, sosok pemberontak dalam sejarah Inggris. Saat revolusi Mesir menggulingkan Mubarak beberapa waktu lalu, topeng ini juga dijual di jalan-jalan. Simbol perlawanan dan ide. Mungkin akibat kombinasi simbol dan ide pula, beberapa bulan lalu salah satu kawan saya bercerita bahwa masjid Rab’ah hingga waktu itu belum dapat digunakan. Entah bagaimana sekarang.

Ah, oke. Kembali ke Batman.

Berbeda dari superhero lain, Batman hanya manusia biasa. Ia melatih fisik dan kecerdasannya untuk menumpas penjahat. Karena itu ia dapat jatuh dan mungkin gagal. Tapi justru di situ kelebihannya. Ia selalu bangkit. Seperti kisahnya ketika melawan Bane.

Saat Bruce masih kecil ia terperosok ke dalam gua yang kelak menjadi markas Batman. Ayahnya datang dan membawanya kembali ke atas, sembari berkata, “Why do we fall, Bruce? So we can learn to pick ourselves up.” Mengapa kita jatuh, Bruce? Supaya kita dapat berlatih untuk bangkit.

Sebagai manusia biasa, kita mungkin jatuh dan mungkin salah. Tapi sebagai manusia pula, kita dapat bangkit dan belajar.

---

Nah, itu empat film superhero yang dipilih. Sebenarnya masih ada Iron Man, tapi saya tidak dapat banyak hal dari situ. Semoga Tony Stark yang jenius, kaya, egonya besar, narsis, dan suka pamer, tidak marah-marah, hehe.

Liar

Heath Ledger. Ah, bukan. Si Joker. Tak ada yang tahu persis apa yang menyebabkannya menjadi penjahat murni. Murni jahat. Tujuannya bukan uang. Pernah segunung uang hasil rampokannya ia bakar begitu saja. Itu pula yang membuatnya berbahaya. Jika perampok biasa dapat diajak berunding oleh polisi soal uang, Joker tidak. Tidak ada ruang yang bisa dinegosiasikan. Bahasa kacaunya, si Joker itu ikhlas. Ikhlas jahatnya.

Di beberapa penggal film Batman, atau mungkin gamenya, entah saya lupa, diceritakan kalau masa kanak-kanak si Joker bisa dibilang memilukan. Ayahnya seorang pemabuk. Kerap kali sang ibu menjadi sasaran aniaya. Suatu ketika, Joker yang sedang ketakutan meringkuk di sudut ruangan. Ayahnya menghampirinya dengan sebilah pisau.

"Hei, mengapa kau serius sekali?" tanya sang ayah. "Mari kita beri senyum."

Tanpa menunggu jawaban Joker, sang ayah menggores tepi bibir anaknya. Melebar, membuat garis senyum dari luka dan darah. "Why so serious?"

Pengalaman itu membuahkan kata-kata Joker yang kerap dikutip, "Whatever doesn't kill you, simply makes you stranger."

Entah bagaimana caranya, Joker bisa bertahan dalam keadaan yang demikian. Yang jelas ia lalu muncul sebagai penjahat nomor wahid di kota Gotham.

Kalau kata Aristoteles, filsuf Yunani yang terkenal itu, tidak ada yang muncul dari ketiadaan. Perilaku seseorang pun pasti ada sebab yang dapat menjelaskannya, atau membuatnya mungkin dipahami. Meski pemahaman terhadap latar belakang seseorang tidak selalu menjadikan perbuatannya benar.

Di lingkup pesantren misalnya, banyak kita temui anak yang melanggar peraturan. Banyak sebabnya. Mulai dari nasib apes seperti sandal yang dipinjam teman sampai telat berangkat ke masjid, hingga sikap yang seolah menantang pengurus. Padahal, seperti yang tertulis tadi, semua ada sebabnya.

***

Malam itu remaja jangkung itu bercerita panjang lebar. Sebut saja namanya Doni. Dulu di pondok, ia dikenal sebagai pelanggar tetap. Setiap bagian organisasi santri punya catatan kesalahan yang ia perbuat. Bukan hal yang aneh lagi kalau dia kerap dihukum karena melanggar disiplin. Karena itu, teman-teman dan pengurusnya mengenal dirinya sebagai anak nakal, bandel, dan sederet label negatif lainnya.

Doni sebenarnya tahu bahwa apa yang ia perbuat melanggar peraturan, tapi ia punya alasan. Terkadang saat ia merasa ingin dekat kepada-Nya, membaca dan merenungi al-Quran, waktu kegiatan lain sudah tiba. Mau tak mau, ia harus bergegas ikut kegiatan tersebut. Namun karena ia merasa keinginannya tak terpenuhi, ia pun berat untuk beranjak. Akibatnya, Doni terlambat ikut kegiatan. Memang, konflik itu tidak selalu terjadi antara baik dan buruk, seperti di sinetron-sinetron. Antara dua kebaikan pun bisa saling bertabrakan.

Doni pernah mencoba berubah. Seminggu tingkah lakunya mulai membaik. Kegiatan ia ikuti dengan tertib. Jumlah pelanggaran juga sudah berkurang. Tapi tidak ada orang yang menaruh perhatian terhadap perubahan tersebut, apalagi mengapresiasinya. Ia merasa usahanya tidak dihargai. Sekali ia berbuat salah lagi, cercaan kembali dialamatkan kepadanya.

Doni merasa serba salah. Seolah-olah apapun yang ia lakukan selalu keliru di mata orang lain. Ia bingung dan putus asa. Pernah ia mendatangi gurunya dengan harapan, barangkali sang guru mau berusaha mendengarkan dan memahami; tidak buru-buru memvonisnya. Tapi harapan itupun pupus. Sang guru terlanjur kehilangan kepercayaan terhadap Doni. Atau mungkin sang guru enggan mempercayai anak didiknya lagi? Bagaimanapun juga, penolakan oleh gurunya itu membuat Doni berpikir bahwa tidak ada orang yang mau memahaminya.

Di tengah tuntutan lingkungan yang tak kunjung dapat ia puaskan, Doni mengalami kebingungan menentukan sikap. Ketika di tempat A, ia memposisikan diri yang berbeda dengan dirinya ketika di posisi B, dan demikian seterusnya. Hingga pada titik yang paling nadir, ia merasa dalam dirinya terdapat empat kepribadian yang berbeda. Kepribadiannya pecah. Ia menderita gangguan kejiwaan yang disebut kepribadian ganda. Split personality.

Doni belum menceritakan kepadaku bagaimana ia dapat sembuh dari penyakit tersebut. Tapi ia bersikukuh mengatakan kepadaku, sejatinya orang-orang yang berkepribadian ganda itu sedang membohongi dirinya sendiri. Mereka tahu bahwa kepribadian yang berlainan itu adalah bagian dari diri mereka. Tapi mereka menolak untuk mengakuinya. Mereka berhasil meyakinkan diri sendiri, bahwa itu adalah kepribadian yang lain. Dan itu bukan mereka.

Pernyataan yang Doni sebutkan tadi memperjelas satu hal bagiku: saat jiwanya terganggu, Doni mencoba untuk menguasai dirinya sendiri. Tak semua orang mau memikul tanggung jawab atas apa yang menimpa mereka. Banyak yang kemudian menyalahkan keadaan, mencari pembenaran atas ketidakberdayaan mereka. Akibatnya, mereka justru semakin terpuruk.

Mengakui kelemahan dan kesalahan diri sendiri memang berat dilakukan. Namun itulah langkah pertama menuju perubahan. Mungkin itu pesan yang dapat kutangkap dari pernyataan Doni.

Pepatah bilang, kasih anak sepanjang galah, kasih orang tua sepanjang jalan. Jika ada cinta yang tanpa syarat, itulah cinta orang tua terhadap anaknya. Berbeda dengan penolakan demi penolakan yang ia alami di asrama, Doni mendapatkan kepercayaan penuh dari orang tuanya. Siapa yang tahu, justru karena kepercayaan tersebut, Doni dapat berubah. Bukan karena kritik, bukan pula hukuman. Tapi kepercayaan.

Barangkali sebaris kalimat yang pernah aku baca, entah di mana, ada benarnya. Di balik sosok anak yang liar, ada jiwa yang kesepian.

Permainan Kekuasaan

"Kekuasaan cenderung bersifat korup,
dan kekuasaan yang absolut, mutlak bersifat korup.
Orang-orang besar nyaris selalu merupakan orang-orang jahat."
[Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.
Great men are almost always bad men.]
Lord Acton, 1834-1902.

Demikian protes Lord Acton, seorang sejarawan dan aktivis moral, terhadap kekuasaan mutlak yang dimiliki oleh Paus dan Raja. Kekuasaan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa keduanya [Paus dan Raja] tidak mungkin melakukan kesalahan. Sebaliknya, dalam protes yang disampaikan melalui surat tersebut ia tuliskan, jika pun harus berasumsi, keduanya harus dicurigai, dan kecurigaan itu bertambah seiring dengan bertambahnya kekuasaan.

Ia menulis, "I cannot accept your canon that we are to judge Pope and King unlike other men, with a favourable presumption that they did no wrong. If there is any presumption it is the other way, against the holders of power, increasing as the power increases."

Namun apakah perkataan Acton yang saya kutip di atas benar adanya?
Bukankah Acton telah terjebak pada asumsinya sendiri?

Kekuasaan pada dasarnya merupakan alat atau sarana. Sebagaimana pisau dapur, ia bisa menjadi baik apabila digunakan dengan baik, dan sebaliknya menjadi buruk apabila tidak digunakan untuk cara yang tidak dibenarkan oleh moral.

Dalam kutipan singkat di atas, agaknya Acton berasumsi bahwa manusia cenderung menggunakan kekuasaan dengan tidak bijak. Padahal, manusia itu sendiri memiliki dua kecenderungan, baik dan buruk. Maka yang seharusnya disorot adalah manusia itu sendiri, bukan kekuasaan.

Cukuplah seorang pemimpin yang mau mengakui kesalahan, lalu mencoba memperbaikinya. Ya, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna. Sikap ideal itu telah dicontohkan oleh sahabat Abu Bakar RA, seperti yang tercermin dari pidato yang ia sampaikan ketika diangkat menjadi khalifah:
"Saudara-saudara, aku diangkat menjadi pemimpin bukan karena akulah yang terbaik di antara kalian. Untuk itu jika aku berbuat baik, bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, tegurlah aku. Sifat jujur adalah amanah, sedangkan kebohongan adalah pengkhianatan. 'Orang lemah' di antara kalian aku pandang kuat posisinya di sisiku dan aku akan melindungi hak-haknya. 'Orang kuat' di antara kalian aku pandang lemah posisinya di sisiku dan aku akan mengambil hak-hak mereka yang mereka peroleh dengan jalan yang jahat untuk aku kembalikan kepada yang berhak menerimanya. Patuhlah kalian kepadaku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika aku durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mematuhiku."

Namun sayangnya, tipe-tipe pemimpin seperti khulafaurrasyidin seolah punah. Agaknya, kerenggangan yang terjadi antara manusia modern dan nilai-nilai moral-spiritual ikut andil dalam membentuk fenomena ini. Intrik-intrik politik serta kebusukan manusia ditutup-tutupi di balik layar, sementara sang aktor melenggang di panggung, di bawah sorotan lampu dan gemuruh tepuk tangan. Kemunafikan yang telah menjadi kewajaran. Tak salah bila Acton kemudian menekankan pada nafsu dan kecenderungan buruk manusia.

***

Haruskah kita menunggu hingga datangnya al-Mahdi untuk menjumpai pemimpin yang ideal?