Fakta atau Opini?

An oversimplified introduction.

Konon pagi itu, di negeri antah-berantah, puluhan tahun lalu saat selebgram belum tercipta, sambil menyeruput kopi disertai tempe mendoan pedas bikinan bini, Pak RT membaca koran langganannya di teras.

“Buset, korban corona banyak banget. Semalem aja nyaris seribu orang mati.”

“Di mane tuh, bang?” sahut bininya sambil menumis bawang.

“Di Itali sono. Neh judulnya “Kabar Terbaru Coronavirus: Italia Mendata Nyaris Seribu Orang Meninggal dalam Sehari.” [1]

“Masih sedikit tuh.”

“Ck, seribu kok dibilang dikit. Nyawa itu,” sangkal Pak RT, tak mau kalah.

“Sedikit daripada Amrik. Ada nih beritanya: “Coronavirus: Lebih dari 2000 jiwa meninggal dalam sehari di Amerika.” [2]

“Koran mana?!”

“Tuh,” jawab sang bini kalem, sambil menunjuk kertas bungkus cabe yang dibeli dari tukang sayur keliling tadi pagi, yang ternyata potongan koran kemarin lusa.

***

Pernyataan di koran, bahwa di Italia dan Amerika ada sekian korban, diangkat dari liputan langsung jurnalis yang mendapatkan data dari pihak yang berwenang. Kalimat “Italia Mendata Nyaris Seribu Orang Meninggal dalam Sehari” dan “Lebih dari 2000 jiwa meninggal dalam sehari di Amerika” adalah kenyataan yang sebenarnya, karena itu disebut fakta.

Namun kadang saat peristiwa terjadi kita tidak hanya menceritakan ulang kejadian itu apa adanya. Maklum, setiap orang dapat menilai atau sekedar berkomentar. Pak RT misalnya, saat membaca judul berita bahwa nyaris seribu orang meninggal dalam semalam gara-gara penyakit langsung menyebut bahwa itu angka yang besar. Tapi bagi istrinya, angka itu relatif [3] kecil. Nah, penilaian atau pendapat Pak RT dan istrinya disebut opini.

Bedanya, fakta adalah sama bagi semua orang dan tidak dapat diperdebatkan. Misal fakta: “Liverpool mencetak tiga gol ke gawang Manchester City pada November tahun lalu.” Tidak ada yang dapat menyangkalnya karena itu fakta.

Lain halnya dengan opini. Misalnya ada yang menyebut “hidup di desa lebih nyaman”, namun pendapat itu belum tentu berlaku, belum tentu benar, bagi orang lain, contohnya bagi orang yang memang sudah terbiasa hidup di kota.

Perbandingan antara fakta dan opini bisa diamati dalam kolom berikut:

FAKTA
Dinding ruangan itu berwarna putih
Bunga itu berwarna merah
Harga jilbab itu 50.000 rupiah
Berat badanku 55 kg

OPINI
Ruangan itu terasa lapang
Bunga itu membosankan
Jilbab itu cocok bagi kulit gelap
Aku gemuk

Nah, sekarang apa contoh fakta dan opini menurutmu?


***

[1] Coronavirus latest: Italy registers nearly 1,000 new deaths in single day, https://www.dw.com/en/coronavirus-latest-italy-registers-nearly-1000-new-deaths-in-single-day/a-52934034, berita tertanggal 27 Maret 2020, diakses 14/4/2020 pukul 14:59.

[2] “Coronavirus: US death toll passes 2,000 in a single day”, https://www.bbc.com/news/world-us-canada-52249963, berita tertanggal 11 April 2020, diakses 14/4/2020 pukul 14:59.

[3] Relatif berarti bila dibandingkan dengan hal lain. Misal: 100 km/jam sudah termasuk kencang di jalan tol, namun relatif lambat bila dibandingkan dengan kecepatan mobil Formula Satu di sirkuit. Gedung tiga lantai di kompleks sekolah sudah termasuk tinggi, namun masih relatif rendah bila dibandingkan dengan tinggi apartemen di Jakarta.

Qalb Sebagai Alat Berpikir dalam Al-Quran

Berpikir dengan qalb bukan hanya rasional, namun juga selalu berkaitan dengan iman, dzikir, dan mengenali yang haq.


***


Dari paparan tentang ragam penggunaan kata qalb dalam al-Quran, dapat dipahami bahwa hati adalah jiwa yang berdzikir, membedakan antara haq dan batil serta menerima hidayah, dan merupakan tempat iman bersemayam.

Dengan mengingat makna tersebut, mari kita telaah ayat yang membicarakan hati sebagai alat berpikir.



أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (QS al-Hajj : 46)



Dalam ayat ini dipahami bahwa fungsi qalb (hati) adalah berpikir (ya'qilun). Namun apakah maknanya hanya sebatas itu saja?

Ada baiknya kita telusuri ayat sebelum dan sesudah ayat tersebut untuk memahami lebih dalam konteks pembicaraannya. Dalam hal ini ayat 42-48 dari surat al-Hajj.


***


42. Dan jika mereka (orang-orang musyrik) mendustakan engkau (Muhammad), Begitu pulalah kaum-kaum yang sebelum mereka, kaum Nuh, 'Aad dan Tsamud (juga telah mendustakan rasul-rasul-Nya),

43. Dan (demikian juga) kaum Ibrahim dan kaum Luth,

44. Dan penduduk Madyan. Dan Musa (juga) telah didustakan, namun Aku beri tenggang waktu kepada orang-orang kafir, kemudian Aku siksa mereka, maka betapa hebatnya siksaan-Ku.

45. Maka betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan karena penduduknya dalam keadaan zalim, sehingga runtuh bangunan-bangunan dan (betapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi (tidak ada penghuninya),

46. Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.

47. Dan mereka meminta kepadamu (Muhammad) agar azab itu disegerakan, padahal Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.

48. Dan betapa banyak negeri yang Aku tangguhkan penghancurannya, karena penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka, dan hanya kepada-Kulah tempat kembali (segala sesuatu).


***


Jadi kata qalb digunakan untuk berpikir dalam rangka memahami tanda-tanda kekuasaan Allah dengan hidayah sebagai tujuannya, sehingga kegiatan berpikir menjadi bagian dari ibadah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan demikian makna ini masih selaras dengan penggunaan lain kata qalb dalam al-Quran, yaitu sebagai tempat bersemayamnya iman, pembeda haq dan batil, serta untuk berdzikir.

Wallahu a'lam bis shawab.


***






وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-Araf : 179)

Ragam Penggunaan Kata Qalb dalam Al-Quran

Setelah menyimak uraian Imam al-Ghazali tentang kata qalb, ada baiknya kita juga merunut penggunaan kata qalb dalam al-Quran.

Kata qalb beserta berbagai turunannya (misalnya qulub sebagai bentuk plural/jamak) digunakan dalam berbagai konteks dan maksud dalam al-Quran. Pengetahuan akan ragam makna dan penggunaan tersebut penting untuk memahami kata qalb lebih jauh. Penggalan-penggalan makna itu tak dapat dilepaskan antara satu sama lain, sehingga kita dapat menyusun pemahaman yang lebih utuh.

Di antara makna kata qalb adalah:

1. Dzat yang berdzikir (QS. Ar-Rad : 28)

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram."


2. Pembeda antara haq dan batil (QS. Al-Anam : 25)

وَمِنْهُمْ مَنْ يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ ۖ وَجَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۚ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا بِهَا ۚ حَتَّىٰ إِذَا جَاءُوكَ يُجَادِلُونَكَ يَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ

"Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan)mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. Dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al-Quran ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu".


3. Tempat iman bersemayam (QS al-Hujurat : 14)

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"


4. Alat berpikir (QS al-Hajj : 46)

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada."


Selain keempat makna di atas, masih ada banyak makna qalb lain, sebab ilmu Allah yang terkandung dalam al-Quran amat luas adanya.


Wallahu a'lam bish-shawab.

Pengingat Diri

"Sekilas kau tampak sedang berinteraksi dengan dunia,
padahal sebenarnya kau sedang berinteraksi dengan-Nya."
 ~30 Agustus 2016

Peristiwa yang silih berganti layaknya pertanyaan yang Ia ajukan. Sikap apa yang Ia ingin kau tampilkan? Langkah apa yang Ia ingin kau tempuh? Apa yang Ia inginkan darimu?

Tak peduli apapun yang terjadi di sekitarmu dan kepadamu, namun pada akhirnya perhitunganmu hanyalah dengan-Nya.

Apa Pentingnya Logika?

Logika sebagai sebuah disiplin ilmu tidak dipelajari secara khusus, kecuali pada lingkup terbatas di kampus. Sepengetahuan pribadi penulis, itupun hanya di jurusan tertentu, seperti jurusan filsafat. Adapun jurusan lain barangkali tidak berkepentingan dengan ilmu logika secara langsung.

Akhir-akhir ini, seiring dengan merebaknya kebebasan berpendapat bersama dengan kemudahan akses terhadap media, bisa dikatakan semua orang dapat menyatakan pikirannya dengan leluasa. Demikian pula dengan media massa. Pemberitaan tidak lagi dimonopoli oleh media elite dengan wartawan yang mematuhi aturan dan kode etik jurnalisme. Berita dapat dibuat oleh siapa saja, tak peduli apakah berita itu valid atau tidak.

Keadaan yang demikian menuntut pembaca untuk bersikap kritis terhadap apa yang ia baca. Tak semua berita atau pendapat yang ia baca adalah benar. Untuk itulah penalaran yang ketat dan benar dibutuhkan agar pembaca tidak terjebak pada kesimpulan yang keliru.

Sikap kritis juga dibutuhkan agar pembaca tidak terjebak pada perdebatan yang tidak perlu. Acapkali perdebatan terjadi hanya karena perbedaan persepsi terhadap objek yang menjadi perhatian, padahal persepsi tersebut belum tentu saling menafikan. Perbedaan dalam konteks ini justru bisa digunakan untuk saling melengkapi pandangan, sehingga gambaran pembaca akan realitas akan lebih utuh.

Bukankah memperdebatkan sesuatu yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan hanya membuang-buang waktu dan energi?

Menurut pendapat penulis, ini adalah salah satu sebab logika itu perlu. Namun bagaimana halnya dengan ilmu logika? Ilmu logika biasa didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah berpikir sehingga penalaran yang benar dapat dibedakan dari yang salah.

Apakah untuk dapat berpikir secara benar, ilmu logika harus dikuasai terlebih dahulu? Saya kira tidak juga. Sebab setiap orang dapat menggunakan logika secara natural.

Lalu apa pentingnya ilmu logika? Ilmu logika bukan prasyarat untuk berpikir logis, namun sebagai alat bantu, terutama dalam mengurai secara jelas dan sistematis sebuah ide atau pernyataan argumentatif. Sehingga dapat diketahui dengan tepat letak kesalahan penalaran bila memang ada.

Semoga bermanfaat.