Murtad

Murtad. Wuih, itu status paling mengerikan bagi kita, umat Islam. Naudzubillah min dzalik. Semoga Allah Swt. selalu membimbing kita. [al-Fatihah: 6]

Eh, kok tiba-tiba bicara tentang murtad, Ada Apa Dengan Nggapriel? [AADN, yang ini—gak—mungkin jadi filem :D]

Setelah berpayah-payah mindahin blog ke account google yang baru, nggapriel jalan-jalan di Youtube. Video pertama, proses masuk Islamnya seorang perempuan setengah baya di Jepang. Lalu kepala sekolah di Amrik yang bersyahadat tak lama setelah kejadian 911. Trus saintis atheis [karena masalah keluarga] yang jadi muallaf.

Dan akhirnya nggapriel terhenti di dua video berikut:



Ironis memang. Padahal informasi yang diterima tidak benar. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk membenci umat lain, Kristen atau Yahudi. Kalau boleh menyadur perkataannya Dr. Abdul Mu'thi Bayumi pas kuliah kemaren [ehm... ^^], intinya peperangan hanya dilakukan kepada mereka yang memerangi Islam. Itupun masih memperhitungkan etika [tidak boleh merobohkan tempat peribadatan, memotong pohon tanpa sebab, atau mencederai orang tua, perempuan dan anak-anak yang tak terlibat perang].

Dalam Islam, angkat senjata adalah opsi terakhir setelah tawaran damai [masuk Islam atau bayar jizyah]. Itu masih lebih baik dari Bush yang berprinsip "with us or against us". Dan peperangan dalam Islam tidak dilancarkan karena alasan agama. Israel misalnya, kita [umat Islam] tidak [seharusnya] membenci mereka karena mereka beragama Yahudi, tapi karena mereka merampas tanah Palestina dengan dalih kembali ke "Promised Land". Dan seterusnya ...

Jika mereka [non-muslim] tidak pernah memerangi kita, maka mereka pun mendapatkan hak yang sama sebagai tetangga, tak berbeda dengan tetangga muslim. Itu di lingkup pergaulan. Namun dalam akidah, tetaplah "bagiku agamaku dan bagimu agamamu".

Nah, sekarang ke video yang kedua ^^



Kalau menurut nggapriel sih, video pertama berpangkal dari kesalahan informasi yang kemudian menjadi dasar untuk mengambil keputusan. Atau bisa jadi tidak adanya orang yang mampu memuaskan rasa penasaran Dina. Sedang di video kedua, sang wanita mengakui tidak ada hubungan intens antara dirinya dan Allah Swt. [melalui ibadah]. Dan [lagi-lagi] tak ada ulama didekatnya saat ia mengalami guncangan mental yang hebat. Kalau disederhanakan lagi, kasus di video pertama bersumber dari wilayah akal, dan video kedua berasal dari hati.

Islam merupakan perpaduan dari akal dan hati. Iman harus didahului oleh akal. Setelah iman terbentuk, hati ikut memainkan peran selanjutnya [dalam Islam dan Ihsan]. Iman tanpa akal akan rapuh, dan iman tanpa hati akan hambar lalu pudar. Barangkali inilah sebab mengapa [tak jarang] ada muallaf yang imannya justru lebih kuat dari muslim turunan; mengapa mereka yang tak paham bahasa Arab bisa menikmati shalat dan bacaan al-Quran layaknya [dan bisa jadi lebih khusyuk dari] mereka yang paham bahasa Arab, al-Quran dan tafsirnya.

But anyway, tulisan ini cuman pendapat seorang nggapriel belaka. Barangkali anda punya pandangan lain?

[Semoga kedua video tersebut bisa jadi bahan renungan kita, dan kita selalu mensyukuri nikmat iman serta Islam]
اللهم أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه

Wa'lLâhu a‘lam bi al-shawâb.

* Edited at 5 Dec '09: Added Wa'lLâhu a‘lam bi al-shawâb.